Teruslah berjalan dalam kebenaran walau itu adalah penyebab kematianmu!!

Kamis, 23 Februari 2012

Ultah Bersama Hantu


Adhie tersenyum lebar. Ah, isapan jempol itu. Memang bukan rahasia lagi, Circle 9 adalah salah satu tempat yang cukup angker dan misterius di kota ini. Cerita yang beredar mengatakan, toko serba ada yang berdiri di atas areal bekas kuburan itu dihuni hantu-hantu gentayangan.
Hari sudah menjelang tengah malam, tapi semangat mereka tak terlihat mengendur. Adhie mengeluarkan kopi lagi sebelum mereka mengeluh karena mengantuk. Ia juga mengeluarkan sebagian kue kering yang seyogianya dijadikan hidangan pendamping di acara besok siang.
“Ngopi dulu!” Adhie memberikan secangkir kopi panas kepada Theo, yang terlihat paling sibuk mempersiapkan dekorasi di panggung kecil itu. Theo bertelanjang dada, tak peduli dengan hembusan angin malam yang terasa mulai basah. Ia merasa gerah dan berkeringat. Di antara mereka, kepada Theo-lah Adhie paling berterima kasih.
Sahabatnya yang satu ini memang paling berperan dalam hal ini. Bahkan Theo-lah yang dulu pertama kali mengusulkan konsep acara ini.
“Ultah ketujuhbelasmu harus dibikin istimewa,” katanya tiga minggu yang lalu. Theo mengusulkan sebuah pesta kebun di halaman rumah. Lebih dari itu, ia bahkan menyanggupi membuat sebuah
panggung kecil, tempat di mana nantinya Hitam, grup band kelas mereka, akan mengisi acara dengan membawakan tak kurang dari sebelas lagu ciptaan mereka sendiri. Pesta ulang tahun dengan
sajian musik live!
Dan semua gratis. Band gratis, penata panggung gratis, perancang acara gratis pula.
Gery telah selesai mengatur pot-pot bunga itu mengelilingi meja kecil yang besok akan diletakkan kue tart di atasnya. Endo yang bertugas mengatur meja dan kursi. Dan yang lain, Henri dan Fatkul, masih sibuk mengatur sound system.
“Kamu punya kabel lima meteran?” teriak Fatkul.
Adhie mendekat. “Nggak ada. Buat apa?”
“Kita butuh kabel untuk speaker. Yang ini kurang panjang. Aku mau
menempatkan salah satu boks speaker ini di sudut sana.”
“Besok aja!” teriak Theo dari atas panggung kecil itu. “Aku bisa
meminjam milik anak-anak band.”
“Andai ada sekarang, sebentar lagi semua akan kelar. Aku ingin segera menyudahi tugasku. Mengecek sound system, lalu... tidur!”
Fatkul menguap, entah sungguh atau hanya pura-pura.
“Aku akan membelinya,” kata Adhie tanpa berpikir panjang.
“Tengah malam begini?” Fatkul melotot.
“Kenapa tidak? Circle 9 buka dua puluh empat jam. Aku akan ke
sana untuk membeli kabel.”
“Kalo gitu, aku ikut,” kata Henri, yang sebenarnya mulai bosan.
“Jangan!” sergah Fatkul. “Kamu di sini aja, ngebantuin aku.”
Henri menatap Adhie. “Kamu berani sendirian ke Circle 9 tengah
malam begini?”
“Ke toko serba ada? Siapa takut?”
“Tapi cerita-cerita itu...?”
Adhie tersenyum lebar. Ah, isapan jempol itu. Memang bukan rahasia lagi, Circle 9 adalah salah satu tempat yang cukup angker
dan misterius di kota ini. Ceritayang beredar mengatakan, toko serba ada yang berdiri di atas areal bekas kuburan itu dihuni oleh hantu-hantu gentayangan. Arwah-arwah yang terusik ketenangannya karena jasad mereka yang terkubur diusik dan dipindahkan ke tempat lain. Konon, arwah-arwah itu sering mengamuk dan bikin ulah. Di Circle 9 sering terjadi peristiwa aneh dan misterius. Juga penampakan makhluk-makhluk berwujud mengerikan.
“Sebaiknya aku ikut menemani kamu,” kata Henri, yang sebenarnya berharap bisa mencuci mata karena biasanya masih ada cewek-cewek
yang bermalam Minggu dan ngeceng sampai pagi di sekitar Circle 9.
Tapi Adhie bersikeras untuk berangkat sendiri.
Pukul 00.30, ketika Adhie tiba di Circle 9, toserba itu terlihat sepi. Juga suasana di sekitarnya. Agak mengherankan juga mengingat sekarang adalah akhir pekan dan tanggal muda. Mungkin karena sekarang sudah bukan jam yang tepat untuk berbelanja, kecuali mereka yang tengah membutuhkan sesuatu yang sifatnya
mendesak dan darurat. Adhie menjalankan mobilnya pelan-pelan ke arah sisi kiri toko, ke
area parkir mobil yang saat ini hanya berisi dua buah mobil. Ketika mobilnya telah terparkir, sebuah ketukan keras di kaca jendela membuat jantung Adhie seolah terlompat dari dadanya.
“Karcisnya!”
Adhie menurunkan kaca mobil dan menerima sobekan karcis parkir
yang diberikan petugas parkir itu. Tenggorokan Adhie tersekat. Kini baru disadarinya, petugas parkir itu mengenakan seragam
serba hitam dan mengenakan kerudung. “Ah, hanya jas hujan. Mungkin tadi hujan di sekitar sini,” batin Adhie, untuk menenangkan diri.
Petugas parkir itu berdiri, bergeming, dan seperti mengawasi Adhie lekat-lekat ketika Adhie turun dari mobilnya. Adhie merasakan sesuatu yang ganjil.
Dan ia merasakan pula mendadak bulu kuduknya berdiri. Ia menoleh ke arah orang yang berdiri di
bawah lampu merkuri itu. Tubuhnya tinggi besar. Jubah dan kerudungnya mengingatkan Adhie pada sosok penggali kubur di film -film horor.
Sesuatu bersinar di bawah kerudung itu. Merah berkilat. Matanya? Adhie setengah berlari memasuki toko. Ketika ia menyempatkan diri lagi menoleh ke arah petugas parkir itu,
sesuatu yang merah berkilat itu masih terlihat. “Ia memakai kacamata dan cahaya itu adalah efek pantulan sinar lampu yang mengenai bingkai kacamatanya,” batin Adhie, mencari logika.
Adhie meredakan debar jantungnya. Ia sudah berusaha tenang.
Namun tak urung, ketika teringat ucapan Henri dan cerita-cerita seram yang pernah didengarnya itu, ia menjadi agak bergidik. Langkahnya cepat menyusuri deretan kosmetik, lalu berbelok ke sudut kiri yang memajang peralatan listrik. Kabel speaker pasti ada pula di tempat itu. Toko benar-benar sepi. Tak ada pembali lain selain dirinya.
Petugas-petugas pun tak terlihat, kecuali seorang perempuan yang duduk terkantuk-kantuk di belakang meja kasir.Adhie menemukan yang dicarinya. Kabel sepanjang sepuluh meter
yang telah terbungkus dengan kemasan plastik bermerk.
Kini Adhie merasa, ia lebih baik secepatnya meninggalkan tempat ini. Sedari tadi perasaannya tidak nyaman. Adhie gugup dan tanpa sengaja
gerakan tangannya menyenggol sesuatu yang berakibat jatuhnya barang itu. Beberapa peralatan terjatuh ke lantai dan menimbulkan suara berisik di kesunyian. Adhie menoleh ke arah perempuan di belakang kasir yang tiba-tiba seperti tersentak
Mungkin ia telah benar-benar ketiduran dan kini terbangun oleh suara berisik akibat kecerobohan Adhie. Perempuan itu berdiri kaku menatap ke arah Adhie. Matanya yang putih melotot, mulutnya
tertarik ke bawah memperlihatkan ekspresi tak suka.Adhie tersentak, kabel di tangannya nyaris terlepas dari pegangannya. Mata itu putih semua? Adhie menggoyang-goyangkan kepalanya untuk mengusir apa yang ada kepalanya. Ah, ia terlalu
terpengaruh cerita-cerita seram itu sehingga di kepalanya pun yang muncul hanya pikiran-pikiran yang tidak masuk akal. Adhie menoleh lagi ke arah perempuan itu dengan pandangan lebih tegas,
tapi yang ia dapatkan, perempuan itu telah kembali duduk menelungkupkan wajahnya di meja.
Adhie segera berjongkok untuk memunguti benda-benda yang dijatuhkannya. Namun di lantai ia menjumpai sesuatu yang aneh.
Tak ada cairan yang ia tumpahkan, tapi entah kenapa di lantai terdapat cairan merah yang menggenang di dekat sepatunya. Mungkin
ada cat yang tertumpah, karena toko ini juga menjual cat tembok dan cat kayu. Adhie menyentuh cairan kental dan lengket itu.
Ketika ia mencium cairan yang menempel di jari telunjuknya, ia mencium bau anyir.
Darah?!Adhie mengeluarkan jeritan ketika serta merta ia berdiri dan
berjalan mundur menjauhi genangan itu. Anehnya, tiba-tiba genangan merah itu bergerak. Adhie melangkah mundur selangkah, cairan itu ikut bergerak maju mengikuti irama langkahnya. Ia
mempercepat langkahnya, dan cairan itu pun bergerak makin cepat. Tanpa berpikir panjang, Adhie benar-benar berlari ke arah meja kasir. Cairan merah itu seperti beranak pinak. Genangan selebar tatakan gelas itu kini semakin melebar dan membesar. Seperti hidup cairan itu bergerak, mengalir, mengikuti langkah Adhie.Adhie tiba di tempat kasir dan serta merta melemparkan gulungan kabel ke atas meja. Perempuan yang tengah tertelungkup itu mendongak. Matanya yang putih tanpa kornea melotot. Mulutnya terbuka memperlihatkan sepasang taring yang bernoda merah. Adhie menjerit keras. Nalurinya hanya mengatakan, “Lari!”
Dengan tunggang langgang, Adhie meninggalkan tempat itu. Ia tak peduli lagi ketika tubuhnya menabrak sebuah rak yang berakibat berjatuhannya barang-barang. Yang dipikirkan Adhie hanyalah segera keluar dari toko setan ini.
Langkah cepatnya telah sampai di dekat pintu ketika sosok serba hitam menghadangnya persis di tengah-tengah pintu. Petugas parkir bermata merah itu! Tapi Adhie tak ingin berhenti dan menghindar.
Sambil memejamkan matanya ia menerjang sosok hitam itu.
Plasss!
Adhie tak merasakan benturan. Ia hanya merasakan tubuhnya seolah
tertelan sesuatu yang lembut dan dingin. Adhie terus berlari ke
arah mobilnya. Ia sempat menoleh dan memastikan sosok hitam itu
merangkak bangun dan kini mulai mengejarnya. Adhie telah mencapai
mobilnya dan dengan tangan gemetaran membuka pintu mobilnya. Ia
menutup pintu mobil dan menguncinya.
Tapi sebelum ia berhasil menghidupkan mesin mobilnya, matanya
terpaku menatap ke depan. Persis di depan mobilnya, hantu petugas
parkir itu berdiri dengan kaki mengangkang. Tangannya terentang.
Matanya yang merah bersinar dalam keremangan. Bibir itu bergerak
-gerak mengucapkan sesuatu, dan sebuah suara mirip bisikan
terdengar di telinga Adhie, “Happy birthday, Kawan! Ini hadiah
dari kami….”
Mulut itu terbuka dan mengeluarkan suara keras mirip auman singa.
Tiba-tiba sekali tangan yang terentang itu telah bergerak pula.
Menciptakan sebuah gerakan melingkar. Angin menderu amat keras,
dua buah tong sampah di sudut area parkir seolah terbang. Adhie
merasakan bumi berputar. Tidak! Bukan bumi yang berputar,
melainkan mobilnya. Adhie menjerit keras, tapi tak ada suara yang
keluar dari muluntya. Mobilnya benar-benar terangkat ke udara dan
berputar. Di dalamnya, tubuh Adhie terguncang dan terbentur-
bentur. Mobil itu berhenti sebentar di udara, dua meter di atas
permukaan lantai parkir, lalu terbanting dan menimbulkan
guncangan yang luar biasa kerasnya.
Gelap.
Gedoran yang sangat keras di kiri dan kanan. Teriakan-teriakan
keras yang terdengar lapat-lapat karena terhalang kaca yang
tertutup rapat.
Susah payah Adhie membuka matanya yang seperti terekat lem.
Digoyang-goyangkannya kepala sekuat tenaga untuk memperoleh
kembali kesadaran yang sempurna.
Suara-suara yang amat dikenalnya.
“Buka pintunya, Adhie! Buka!”
Mata Adhie masih terpicing, tapi ia sudah mulai bisa mengenali
sosok itu. Fatkul yang menggedor kaca depan mobilnya. Menoleh ke
kanan, dilihatnya Theo berteriak-teriak dengan wajah cemas.
Telah kembali seluruh kesadaran Adhie. Dibukanya pintu kanan
mobilnya, dan seketika ia merasakan udara segar memasuki paru-
parunya.
“Kamu kenapa? Kami mencemaskan kamu! Tiga jam belum juga
kembali!”
“Aku ... aku ...” Adhie menatap ke sekeliling seperti mencari-
cari sesuatu. “Di mana hantu petugas parkir itu?” Tak ada. “Di
mana?” tanya Adhie seperti orang linglung.
“Kamu ini!” Henri memukul kepala Adhie dengan kesal. “Kami
mencemaskan kamu dan terpaksa menyusul kemari. Nggak tahunya kamu
malah tidur di dalam mobil!”
“Tidur?” Adhie masih terlongong.
“Kamu memang kelewatan, Dhie! Kami bersusah payah ngebantu-bantu
kamu, kamunya malah ngungsi dan tidur di sini. Mana kaca-kacanya
kamu tutup rapat-rapat. Kamu bisa mati di dalam mobil karena
kehabisan oksigen, tahu!”
Adhie turun dari mobil. Dadanya yang semula terasa sesak
berlahan-lahan kembali lapang setelah ia menghirup udara sekuat-
kuatnya. Diedarkannya kembali pandangannya ke setiap sudut area
parkir yang sunyi. Di kejauhan sana, cahaya merah mulai merekah.
Rupanya hari telah hampir pagi dan fajar segera menyingsing.
“Mana kabel yang kamu beli? Dapet nggak?” tanya Fatkul.
“Kabel?” Adhie mengangkat tangannya yang kosong. Lalu meneliti ke
dalam mobilnya. “Di mana kabelnya? Oh?! Tertinggal di meja kasir?
Di meja perempuan bertaring itu? Vampire?”
“Huh!” Gery mendorong tubuh Adhie dengan kesal. “Kamu memang ke
sini cuma buat ngungsi tidur! Kelewatan!”
Gery berjalan ke arah pintu masuk Circle 9, diikuti Hanri, Endo,
dan Theo.
Adhie masih berdiri kebingungan. “Benarkah aku hanya tertidur di
dalam mobil dan mengalami mimpi buruk?”
Adhie mengangkat tangannya dan ia melihat bercak yang kini telah
mengering di jari telunjuk kanannya. Noda merah itu kini telah
berubah warna menjadi kehitaman!
Adhie menjerit. Menjerit sekeras-kerasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar