• Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu :
1. pemimpin sebagai subjek, dan
2. yang dipimpin sebagai objek.
Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke-pemimpinannya.
Beberapa defenisi yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut :
1. Georger R. Terry
Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang untuk bersedia berusaha mencapai tujuan bersama.
2. Koontz & O’donnel
Mendefenisikan kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi sekelompok orang sehingga mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk meraih tujuan kelompoknya.
3. Wexley & Yuki (1977)
Kepemimpinan mengandung arti mempengaruhi orang lain untuk lebih berusaha mangarahkan tenaga, dalam tugasnya atau merubah tingkah laku mereka.
4. Pendapat Lain
Kepemimpinan merupakan suatu proses dengan berbagai cara mempengaruhi orang atau sekelompok orang.
Defenisi lain, para ahli kepemimpinan merumuskan defenisi, sebagai berikut :
1. John Pfiffner
Kepemimpinan adalah kemampuan mengkoordinasi dan memotivasi orang-orang dan kelompok untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.
2. Fiedler (1967)
Kepemimpinan pada dasarnya merupakan pola hubungan antara individu-individu yang menggunakan wewenang dan pengaruhnya terhadap kelompok orang agar bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan.
• Unsur-unsur Dasar Kepemimpinan
Secara umum atribut personal atau karakter yang harus ada atau melekat pada diri seorang pemimpin adalah :
1. mumpuni, artinya memiliki kapasitas yang lebih baik daripada orang-orang yang dipimpinnya,
2. aktif, artinya memiliki kemampuan dan kemauan berpartisipasi social dan melakukan sosialisasi secara aktif lebih baik dibanding orang-orang yang dipimpinnya,
3. juara, artinya memiliki prestasi baik akademik maupun non akademik yang lebih baik dibanding orang-orang yang dipimpinnya,
4. tanggung jawab, artinya memiliki kemampuan dan kemauan bertanggung jawab yang lebih tinggi dibanding orang-orang yang dipimpinnya, dan
5. walaupun tidak harus, sebaiknya memiliki status social ekonomi yang lebih tinggi dibanding orang-orang yang dipimpinnya.
Meskipun demikian, variasi atribut-atribut personal tersebut bisa berbeda-beda antara situasi organisasi satu dengan organisasi lainnya. Organisasi dengan situasi dan karakter tertentu menuntut pemimpin yang memiliki variasi atribut tertentu pula.
• Sifat Dasar Kepemimpinan
Sifat-sifat yang mendasari kepemimpinan adalah kecakapan memimpin. Paling tidak, dapat dikatakan bahwa kecakapan memimpin bahwa mencakup tiga unsur kecakapan pokok, yaitu :
1. kemampuan untuk melakukan tindakan dalam suatu cara yang dapat mengembangkan suasana (iklim) yang mampu memenuhi dan sekaligus menimbulkan dan mengendalikan motivasi-motivasi.
2. kecakapan memahami individual, artinya mengetahui bahwa setiap manusia mempunyai daya motivasi yang berbeda pada berbagai saat dan keadaan yang berlainan.
3. kemampuan untuk menggugah semangat dan memberi inspirasi.
• Mitos-mitos Pemimpin
Mitos pemimpin adalah pandangan-pandangan atau keyakinan-keyakinan masyarakat yang dilekatkan kepada gambaran seorang pemimpin. Mitos ini disadari atau tidak mempengaruhi pengembangan pemimpin dalam organisasi.
Ada tiga mitos yang berkembang di masyarakat, yaitu :
1. Mitos the Birthright,
Berpandangan bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan dihasilkan (di didik). Mitos ini berbahaya bagi perkembangan regenerasi pemimpin karena yang dipandang pantas menjadi pemimpin adalah orang yang memang dari sananya dilahirkan sebagai pemimpin, sehingga yang bukan dilahirkan sebagai pemimpin tidak memiliki kesempatan menjadi pemimpin.
2. Mitos the For All-Seasons,
Berpandangan bahwa sekali orang itu menjadi pemimpin selamanya dia akan menjadi pemimpin yang berhasil. Pada kenyataannya keberhasilan seorang pemimpin pada satu situasi dan kondisi tertentu belum tentu sama dengan situasi dan kondisi lainnya.
3. Mitos the Intensity,
Berpandangan bahwa seorang pemimpin harus bisa bersikap tegas dan galak karena pekerja itu pada dasarnya baru akan bekerja jika didorong dengan cara yang keras. Pada kenyataannnya kekerasan mempengaruhi peningkatan produktivitas kerja hanya pada awal-awalnya saja, produktivitas seterusnya tidak bisa dijamin.
• Teori Kelahiran Pemimpin
Para ahli teori kepemimpinan telah mengemukakan beberapa teori tentang timbulnya Seorang Pemimpin. Dalam hal ini terdapat tiga teori yang menonjol, yaitu :
1. Teori Genetik
Penganut teori ini berpendapat bahwa, “pemimpin itu dilahirkan dan bukan dibentuk” (Leaders are born and not made). Pandangan teori ini bahwa, seseorang akan menjadi pemimpin karena “keturunan” atau ia telah dilahirkan dengan “membawa bakat” kepemimpinan
2. Teori Sosial
Penganut teori ini berpendapat bahwa, seseorang yang menjadi pemimpin dibentuk dan bukan dilahirkan (Leaders are made and not born). Penganut teori ini berkeyakinan bahwa semua orang itu sama dan mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin.
3. Teori Ekologik
Penganut teori ini berpendapat bahwa, seseorang akan menjadi pemimpin yang baik “manakala dilahirkan” telah memiliki bakat kepemimpinan. Kemudian bakat tersebut dikembangkan melalui pendidikan, latihan, dan pengalaman-pengalaman yang memungkinkan untuk mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang telah dimiliki.
• Teori Kepemimpinan Klasik dan Teori Kontingensi
Kepemimpinan Menurut Teori Sifat (Trait Theory)
Studi-studi mengenai sifat-sifat/ciri-ciri mula-mula mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik-karakteristik fisik, ciri kepribadian, dan kemampuan orang yang dipercaya sebagai pemimpin alami. Ratusan studi tentang sifat/ciri telah dilakukan, namun sifat-sifat/ciri-ciri tersebut tidak memiliki hubungan yang kuat dan konsisten dengan keberhasilan kepemimpinan seseorang. Penelitian mengenai sifat/ciri tidak memperhatikan pertanyaan tentang bagaimana sifat/ciri itu berinteraksi sebagai suatu integrator dari kepribadian dan perilaku atau bagaimana situasi menentukan relevansi dari berbagai sifat/ciri dan kemampuan bagi keberhasilan seorang pemimpin.
Kepemimpinan Menurut Teori Perilaku (Behavioral Theory)
Selama tiga decade, dimulai pada permulaan tahun 1950-an, penelitian mengenai perilaku pemimpin telah didominasi oleh suatu focus pada sejumlah kecil aspek dari perilaku.
Hasil studi kepemimpinan Ohio State University menunjukkan bahwa perilaku pemimpin pada dasarnya mengarah pada dua kategori yaitu consideration dan initiating structure. Hasil penelitian dari Michigan University menunjukkan bahwa perilaku pemimpin memiliki kecenderungan berorientasi kepada bawahan dan berorientasi pada produksi/hasil. Sementara itu, model Leadership Continuum dan Likert’s Management Sistem menunjukan bagaimana perilaku pemimpin terhadap bawahan dalam pembuatan keputusan. Pada sisi lain, managerial grid, yang sebenarnya menggambarkan secara grfik criteria yang digunakan oleh Ohio State University dan orientasi yang digunakan oleh Michigan University. Menurut teori ini, perilaku pemimpin pada dasarnya terdiri dari perilaku yang pusat perhatiannya kepada manusia dan perilaku yang pusat perhatiaannya pada produksi.
Teori Kontingensi (Contigensy Theory)
Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimp[in (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan. Teori Path-Goal tentang kepemimpinan meneliti bagaimana empat aspek perilaku pemimpin.
LPC Contingency Model dari Fiedler berhubungan dengan pengaruh yang melunakkan dari tiga variabel situasional pada hubungan antara suatu ciri pemimpin (LPC) dan kinerja pengikut. Menurut model ini, para pemimpin yang berskor LPC tinggi adalah lebih efektif untuk situasi-situasi yang secara moderat menguntungkan, sedangkan para pemimpin dengan skor LPC rendah akan lebih menguntungkan baik pada situasi yang menguntungkan maupun tidak menguntungkan. Leader Member Exchange Theory menjelaskan bagaimana para pemimpin mengembangkan hubungan pertukaran dalam situasi yang berbeda dengan berbagai pengikut. Hersey and Blanchard Situasional Theory lebih memusatkan perhatiannya pada para pengikut. Teori ini menekankan pada perilaku pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya dan hubungan pemimpin pengikut.
Leader Participation Model menggambarkan bagaimana perilaku pemimpin dalam proses pengambilan keputusan dikaitkan dengan variabel situasi. Model ini menganalisis berbagai jenis situasi yang mungkin dihadapi seorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya.
• Teori Kepemimpinan Kontemporer
Teori Atribut Kepemimpinan
Teori atribusi kepemimpinan mengemukakan bahwa kepemimpinan semata-mata merupakan suatu atribusi yang dibuat orang atau seorang pemimpin mengenai individu-individu lain yang menjadi bawahannya.
Beberapa teori atribusi yang hingga saat ini masih diakui oleh banyak orang yaitu :
1. Teori Penyimpulan Terkait (Correspondensi Inference), yakni perilaku orang lain merupakan sumber informasi yang kaya.
2. Teori sumber perhatian dalam kesadaran (Conscious Attentional Resources) bahwa proses persepsi terjadi dalam kognisi orang yang melakukan persepsi (pengamatan).
3. Teori atribusi internal dan eksternal dikemukakan oleh Kelly & Micella 1980, yaitu teori yang berfokus pada akal sehat.
Kepemimpinan Kharismatik
Karisma merupakan sebuah atribusi yang berasal dari proses interaktif antara pemimpin dan para pengikut. Atribut-atribut karisma anatara lain rasa percaya diri, keyakinan yang kuat, sikap tenang, kemampuan berbicara, dan yang lebih penting adalah bahwa atribut-atribut dan visi pemimpin tersebut relevan dengan kebutuhan para pengikut.
Kepemimpinan Transformasional
Pemimpin pentransformasi (transforming leaders) mencoba menimbulkan kesadaran para pengikut dengan mengarahkannya kepada cita-cita dan nilai-nilai moral yang tinggi.
Burns dan Bass telah menjelaskan kepemimpinan transformasional dalam organisasi dan membedakan kepemimpinan transformasional, kharismatik, dan transaksional. Pemimpin transformasional membuat para pengikut menjadi lebih peka terhadap nilai dan pentingnya pekerjaan, mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi dan menyebabkan para pengikut lebih mementingkan organisasi.
Hasil penelitian Bennis dan Nanus, Tichy dan Devanna telah memberikan suatu kejelasan tentang cara pemimpin transformasional mengubah budaya dan strategi-strategi sebuah organisasi.
• Tipologi Kepemimpinan
Tipologi Kepemimpinan Berdasarkan Kondisi Sosio Psikologis
Kondisi sosio-psikologis adalah semua kondisi eksternal dan internal yang ada pada saat pemunculan seorang pemimpin. Dari sisi kondisi sosio-psikologis pemimpin dapat dikelompokkan menjadi pemimpin kelompok (leaders of crowds), pemimpin siswa/mahasiswa (student leaders), pemimpin publik ( public leaders), dan pemimpin perempuan (women leaders). Masing-masing tipe pemimpin tersebut masih bisa dibuat sub-tipenya. Sub-tipe pemimpin kelompok adalah crowd compeller, crowd exponent, dan crowd representative.
Tipologi Kepemimpinan berdasarkan Gaya Kepemimpinan
Ada empat kelompok tipologi kepemimpinan yang disusun berdasarkan gaya kepemimpinan, yaitu :
1. Tipologi Blake – Mouton,
2. Tipologi Reddin,
3. Tipologi Bradford – Cohen, dan
4. Tipologi Leavitt.
Tipologi Kepemimpinan Berdasarkan Peran Fungsi dan Perilaku
Tipologi pemimpin berdasarkan fungsi, peran, dan perilaku pemimpin adalah tipologi pemimpin yang disusun dengan titik tolak interaksi personal yang ada dalam kelompok. Tipe-tipe pemimpin dalam tipologi ini dapat dikelompokkan dalam kelompok tipe berdasarkan fungsi, berdasarkan peran, dan berdasarkan perilaku yang ditunjukkan oleh pemimpin.
• Peran-peran Pemimpin
The Vision Role
Sebuah visi adalah pernyataan yang secara relative mendeskripsikan aspirasi atau arahan untuk masa depan organisasi. Dengan kata lain sebuah pernyataan visi harus dapat menarik perhatian tetapi tidak menimbulkan salah pemikiran.
Agar visi sesuai dengan tujuan organisasi di masa mendatang, para pemimpin harus menyusun dan menafsirkan tujuan-tujuan bagi individu dan unit-unit kerja.
Peran Pemimpin dalam Pengendalian dan Hubungan Organisasional
Tindakan manajemen para pemimpin organisasi dalam mengendalikan organisasi meliputi :
1. mengelola harta milik atau asset organisasi,
2. mengendalikan kualitas kepemimpinan dan kinerja organisasi,
3. menumbuhkembangkan serta mengendalikan situasi maupun kondisi kondusif yang berkenaan dengan keberadaan hubungan dalam organisasi.
Ruang lingkup peran pengendali organisasi yang melekat pada pemimpin meliputi pengendalian pada perumusan pendefinisian masalah dan pemecahannya, pengendalian pendelegasian wewenang, pengendalian uraian kerja dan manajemen konflik.
Peran Menyampaikan Informasi
Informasi merupakan jantung kualitas perusahaan atau organisasi; artinya walaupun produk dan layanan purna jual perusahaan tersebut bagus, tetapi jika komunikasi internal dan eksternalnya tidak bagus, maka perusahaan itu tidak akan bertahan lama karena tidak akan dikenal masyarakat dan koordinasi kerja di dalamnya jelek. Penyampaian atau penyebaran informasi harus dirancang sedemikian rupa sehingga informasi benar-benar sampai kepada komunikan yang dituju dan memberikan manfaat yang diharapkan.
• Gaya Kepemimpinan
Gaya Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpian demokratis menempatkan manusia sebagai factor utama dan terpenting dalam setiap kelompok/organisasi. Gaya kepemimpinan demokratis diwujudkan dengan dominasi perilaku sebagai pelindung dan penyelamat dan perilaku yang cenderung memajukan dan mengembangkan organisasi/kelompok. Di samping itu diwujudkan juga melalui perilaku kepemimpinan sebagai pelaksana (eksekutif).
Pemimpin memandang dan menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek, yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya juga. Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat, minat/perhatian, kreativitas, inisiatif, dan lain-lain yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain selalu dihargai dan disalurkan secara wajar.
Berdasarkan prinsip tersebut di atas, dalam gaya kepemimpinan ini selalu terlihat usaha untuk memanfaatkan setiap orang yang dipimpin. Proses kepemimpinan diwujudkan dengan cara memberikan kesempatan yang luas bagi anggota kelompok/organisasi untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Partisipasi itu disesuaikan dengan posisi/jabatan masing-masing, di samping memperhatikan pula tingkat dan jenis kemampuan setiap anggota kelompok/organisasi.
Kepemimpinan dengan gaya demokratis dalam mengambil keputusan sangat mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di dalam unit masing-masing. Dengan demikian dalam pelaksanaan setiap keputusan tidak dirasakan sebagai kegiatan yang dipaksakan, justru sebaliknya semua merasa terdorong mensukseskannya sebagai tanggung jawab bersama. Setiap anggota kelompok/organisasi merasa perlu aktif bukan untuk kepentingan sendiri atau beberapa orang tertentu, tetapi untuk kepentingan bersama.
Aktivitas dirasakan sebagai kebutuhan dalam mewujudkan partisipasi, yang berdampak pada perkembangan dan kemajuan kelompok/organisasi secara keseluruhan. Tidak ada perasaan tertekan dan takut, namun pemimpin selalu dihormati dan disegani secara wajar.
Gaya Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan otoriter merupakan gaya kepemimpinan yang paling tua dikenal manusia. Oleh karena itu gaya kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan satu orang atau sekelompok kecil orang yang di antara mereka tetap ada seorang yang paling berkuasa. Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal. Orang-orang yang dipimpin yang jumlahnya lebih banyak, merupakan pihak yang dikuasai, yang disebut bawahan atau anak buah. Kedudukan bawahan semata-mata sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan bahkan kehendak pimpinan. Pemimpin memandang dirinya lebih, dalam segala hal dibandingkan dengan bawahannya. Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah, sehingga dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa perintah. Perintah pemimpin sebagai atasan tidak boleh dibantah, karena dipandang sebagai satu-satunya yang paling benar. Pemimpin sebagai penguasa merupakan penentu nasib bawahannya.
Kepemimpinan dengan gaya otoriter banyak ditemui dalam pemerintahan Kerajaan Absolut, sehingga ucapan raja berlaku sebagai undang-undang atau ketentuan hukum yang mengikat. Di samping itu sering pula terlihat gaya dalam kepemimpinan pemerintahan diktator sebagaimana terjadi di masa Nazi Jerman dengan Hitler sebagai pemimpin yang otoriter.
Gaya kepemimpinan Bebas dan Gaya Kepemimpinan Pelengkap
Kepemimpinan bebas merupakan kebalikan dari tipe atau gaya kepemimpinan otoriter. Dilihat dari segi perilaku ternyata gaya kepemimpinan ini cenderung didominasi oleh perilaku kepemimpinan kompromi (compromiser) dan perilaku kepemimpinan pembelot (deserter). Pemimpin berkedudukan sebagai symbol. Kepemimpinannya dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan (berbuat) menurut kehendak dan kepentingan masing-masing, baik secara perseorangan maupun berupa kelompok-kelompok kecil
Pemimpin hanya memfungsikan dirinya sebagai penasihat, yang dilakukan dengan memberi kesempatan untuk berkompromi atau bertanya bagi anggota kelompok yang memerlukannya. Kesempatan itu diberikan baik sebelum maupun sesudah anggota yang bersangkutan menetapkan keputusan atau melaksanakan suatu kegiatan.
Oleh karena setiap manusia mempunyai kemauan dan kehendak sendiri, maka akan berakibat suasana kebersamaan tidak tercipta, kegiatan menjadi tidak terarah dan simpang siur. Wewenang tidak jelas dan tanggung jawab menjadi kacau, setiap anggota saling menunggu dan bahkan saling salah menyalahkan apabila diminta pertanggungjawaban.
Gaya atau perilaku kepemimpinan yang termasuk dalam tipe kepemimpinan bebas ini antara lain :
1. Kepemimpinan Agitator
Tipe kepemimpinan ini diwarnai dengan kegiatan pemimpin dalam bentuk tekanan, adu domba, meperuncing perselisihan, menimbulkan dan memperbesar perpecahan/pertentangan dan lain-lain dengan maksud untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri. Agitasi yang dilakukan terhadap orang luar atau organisasi lain, adalah untuk mendapatkan keuntungan bagi organisasinya dan bahkan untuk kepentingan pemimpin sendiri.
2. Kepemimpinan Simbol
Tipe kepemimpinan ini menempatkan seorang pemimpin sekedar sebagai lambang atau symbol, tanpa menjalankan kegiatan kepemimpinannya yang sebenarnya.
• Kekuasaan dan Konflik dalam Kepemimpinan
Kekuasaan
Kekuasaan dapat didefinisikan sebagai suatu potensi pengaruh dari seorang pemimpin. Kekuasaan seringkali dipergunakan silih berganti dengan istilah pengaruh dan otoritas.
Kekuasaan merupakan sesuatu yang dinamis sesuai dengan kondisi yang berubah dan tindakan-tindakan para pengikut. Berkaitan dengan hal ini telah dikemukakan social exchange theory, strategic contingency theory, dan proses-proses politis sebagai usaha untuk mempertahankan, melindungi, dan meningkatkan kekuasaan.
Dalam kaitan dengan kekuasaan, para pemimpin membutuhkan kekuasaan tertentu agar efektif. Keberhasilan pemimpin sangat tergantung pada cara penggunaan kekuasaan.
Pemimpin yang efektif kemungkinan akan menggunakan kekuasaan dengan cara yang halus, hati-hati, meminimalisasi perbedaan status dan menghindari ancaman-ancaman terhadap rasa harga diri para pengikut.
Pengaruh
Pengaruh sebagai inti dari kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk mengubah sikap, perilaku orang atau kelompok dengan cara-cara yang spesifik. Seorang pemimpin yang efektif tidak hanya cukup memiliki kekuasaan, tetapi perlu pula mengkaji proses-proses mempengaruhi yang timbal balik yang terjadi antara pemimpin dengan yang dipimpin.
Konflik
Konflik dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana sebuah usaha dibuat sengan sengaja oleh seseorang atau suatu unit untuk menghalangi pihak lain yang menghasilkan kegagalan pencapaian tujuan pihak lain atau meneruskan kepentingannya.
Ada beberapa pandangan tentang konflik yaitu pandangan tradisional, netral, dan interaksionis. Pandangan tradisional mengatakan bahwa konflik itu negative, pandangan netral menggangap bahwa konflik adalah ciri hakiki tingkah laku manusia yang dinamis, sedangkan interaksionis mendorong terjadinya konflik.
Kepemimpinan Perempuan
Perubahan lingkungan dan pergeseran budaya telah mempengaruhi dinamika kepemimpinan perempuan. Pada umumnya pemimpin perempuan cenderung diberikan porsi pada organisasi perempuan dan social. Namun dengan adanya globalisasi telah merubah paradigma kepemimpinan kearah pertimbangan core competence yang dapat berdaya saing di pasar global. Oleh sebab itu, banyak organisasi berkaliber dunia yang memberikan kesempatan bagi perempuan yang mampu dan memenuhi persyaratan kepemimpinan sesuai situasi dan kondisi sekarang ini.
Hambatan bagi kepemimpinan perempuan lebih banyak akibat adanya stereotipe negative tentang kepemimpinan perempuan serta dari mental (perempuan) yang bersangkutan. Stereotipe-stereotipe tersebut muncul sebagai akibat dari pemikiran individu dan kolektif yang berasal dari latar belakang social budaya dan karakteristik pemahaman masyarakat terhadap gender serta tingkat pembangunan suatu Negara atau wilayah.
Untuk menduduki posisi kepemimpinan dalam organisasi di era global, perempuan perlu meningkatkan ESQ dan memperkaya karakteristik kepemimpinannya dengan komponen-komponen, antara lain pembangunan mental, ketangguhan pribadi, dan ketangguhan social serta menutupi agresivitasnya menjadi ketegasan sikap, inisiatif, dan percaya diri akan kompetensinya.
Terdapat dimensi kepemimpinan yang secara universal relative sama yaitu setiap pemimpin diharapkan mampu proaktif dan tidak otoriter. Di samping itu, terdapat pula beberapa variasi sikap dan perilaku pemimpin di dalam kelompok budaya dan di dalam Negara pada berbagai budaya atau Negara. Demikian pula terdapat perbedaan sikap dan perilaku pemimpin pada Negara-negara yang menganut system nilai berbeda.
Kepemimpinan Visioner
Seorang pemimpin visioner harus bisa menjadi penentu arah, agen perubahan, juru bicara, dan pelatih.
Oleh karena itu seorang pemimpin visioner harus :
1. menyusun arah dan secara personal sepakat untuk menyebarkan kepemimpinan visioner ke seluruh organisasi
2. memberdayakan para karyawan dalam bertindak untuk mendengar dan mengawasi umpan balik
3. selalu memfokuskan perhatian dalam membentuk organisasi mencapai potensi terbesarnya.
Kepemimpinan Ahli
Pada era globalisasi, banyak terjadi perubahan dalam segala sendi kehidupan masyarakat, terutama yang berhubungan dengan bidang ekonomi perdagangan, industri, telekomunikasi dan informasi.
Secara historis, paradigma kepemimpinan tersebut terbagi dalam beberapa lokus dan focus keilmuan, yang diwakili dalam kelompok paradigma aliran wilayah utara, barat, timur, dan global baru.
Globalisasi juga telah mempengaruhi terjadinya perubahan paradigma dalam praktik manajemen khususnya kepemimpinan. Secara garis besar, perbedaan antara paradigma lama dan baru dilihat dari aspek-aspek antara lain berikut ini :
1. dari aspek tanggung jawab organisasi
2. dari aspek tim manajemen
3. dari aspek kepemimpinan manajemen.
Ada tiga jenis perubahan yaitu perubahan rutin, perubahan pengembangan, dan inovasi. Mengelola perubahan adalah hal yang sulit. Ukuran kapasitas kepemimpinan seseorang salah satu diantaranya adalah kemampuannya dalam mengelola perubahan. Kemampuan ini penting sebab pada masa kini pemimpin, akan selalu dihadapkan pada perubahan-perubahan, sehingga pemimpin dituntut untuk mampu menyesuaikan dengan perubahan lingkungan. Pemimpin yang kuat bahkan mampu mempelopori perubahan lingkungan. Ada empat tahap yang harus dilakukan agar pemimpin dapat mengelola perubahan lingkungan. Tahap-tahap tersebut adalah :
1. mengidentifikasi perubahan,
2. menilai posisi organisasi,
3. merencanakan dan melaksanakan perubahan, dan
4. melakukan evaluasi.
Untuk memperoleh hasil yang diharapkan maka keempat langkah tersebut perlu dilakukan secara berurutan dan berkesinambungan.
Tugas utama seorang pemimpin adalah mengajak orang untuk menyumbangkan bakatnya secara senang hati dan bersemangat untuk kepentingan organisasi. Dengan demikian pemimpin atau manajer harus mengarahkan perilaku para anggota organisasi agar tujuan organisasi dapat tercapai. Para pemimpin perlu membentuk, mengelola, meningkatkan, dan mengubah budaya kerja organisasi. Untuk melaksanakan tugas tersebut, manajer perlu menggunakan kemampuannya dalam membaca kondisi lingkungan organisasi, menetapkan strategi organisasi, memilih teknologi yang tepat, menetapkan struktur organisasi yang sesuai, system imbalan dan hukuman, system pengelolaan sumber daya manusia, system dan prosedur kerja, dan komunikasi serta motivasi.
Salah satu cara mengembangkan budaya adalah dengan menetapkan visi yang jelas dan langkah yang strategis, mengembangkan alat ukur kinerja yang jelas, menindaklanjuti tujuan yang telah dicapai, menetapkan system imbalan yang adil, menciptakan iklim kerja yang lebih terbuka dan transparan, mengurangi permainan politik dalam organisasi, dan mengembangkan semangat kerja tim melalui pengembangan nilai-nilai inti.
Inovasi berbeda dengan kreativitas. Kreativitas lebih berfokus pada penciptaan ide sedangkan inovasi berfokus pada bagaimana mewujudkan ide. Karena inovasi adalah proses mewujudkan ide, maka diperlukan dukungan dari faktor-faktor organisasional dan leaderships.
Inovasi berkaitan erat dengan proses penciptaan pengetahuan. Proses penciptaan pengetahuan dilakukan dengan melakukan observasi atas kejadian, mengolahnya menjadi data, lalu data dijadikan informasi, dan informasi diberikan konteks sehingga menjadi pengetahuan. Pengetahuan inilah yang oleh pemimpin dijadikan arah atau bekal untuk melakukan inovasi. Organisasi yang mampu secara terus menerus melakukan penciptaan pengetahuan disebut sebagai learning organization.