Mahkamah internasional akan melanjutkan persidangan terhadap tujuh petinggi militer Serbia yang diduga sebagai pelaku pembantaian warga Muslim Bosnia, hari ini, Senin (21/8). Sementara dua pelaku utamanya masih buron.
Ketujuh tersangka itu, adalah orang-orang yang dianggap paling bertanggung jawab atas pembantaian sekitar 8.000 warga Muslim di Srebrenica pada masa perang Balkan era tahun 1990-an.
Pengadilan yang akan berlangsung di markas besar mahkamah internasional di Hague ini, merupakan pengadilan yang paling besar karena melibatkan tujuh tersangka secara bersamaan.
Lima dari tujuh tersangka dikenai tuduhan genosida, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun semua tersangka itu menyatakan tidak bersalah.
Meski demikian, dua tersangka utama dan yang dianggap paling bertanggung jawab atas pembantaian itu, yaitu Radovan Karadzic, mantan pemimpin Serbia dan komandan pasukan militernya, Ratko Mladic, hingga kini masih buron.
Pengadilan yang digelar oleh mahkamah internasional merupakan langkah penting untuk mengadili para penjahat perang yang membantai warga Muslim di Bosnia, kejahatan perang paling buruk sejak perang dunia II.
Pengadilan itu secara resmi dimulai pada 14 Juli lalu, dengan agenda pembahasan masalah-masalah prosedur persidangan. Setelah reses pada musim panas kemarin, pengadilan dimulai kembali hari ini.
Mantan petinggi militer Serbia yang diadili antara lain, Kepala Staff militer Serbia, Ljubisa Beara; Vujadin Popovic, pejabat militer yang bertanggung jawab atas pengerahan polisi militer, Ljubomir Borovcanon, Deputi Komandan Polisi Khusus Serbia; Vinko Pandurevic, Komandan Brigade yang melakukan serangan dan Drago Nikolic, Kepala Brigade Keamanan militer Serbia.
Dua tersangka lainnya, juga dikenai tuduhan melakukan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan karena menghalang-halangi bantuan ke Srebrenica.
Amsterdam (ANTARA News) - Bosnia akan menuduh Serbia dan Mentenegro melakukan pembantaian warga mereka dalam perang tahun 1992-1995, Senin, saat pengadilan tertinggi PBB menyidangkan kasus pertama sebuah negara karena melakukan kejahatan perang.
Mahkamah Internasional (IGJ) di Den Haag, yang juga dikenal sebagai Pengadilan Dunia, menyidangkan kasus itu 13 tahun setelah Bosnia menggugat negara negara pecahan Yugoslavia itu dan dari mana Bosnia juga memisahkan diri tahun 1992, yang memicu perang yang menewaskan paling tidak 100.000 orang.
Sidang di pengadilan yang dibentuk setelah Perang Dunia II untuk menengahi sengketa antara negara-negara, menurut jadwal akan berlangsung sampai 9 Mei. Keputusan diharapkan akhir tahun ini.
Dalam pengaduannya ke pengadilan itu tahun 1993, Bosnia mengatakan para agen dan pejabat Serbia dan Montenegro "membunuh, melukai, memperkosa, merampok, menyiksa, menculik, melakukan penahanan yang tidak sah dan memusnahkan warga Bosnia-Herzegovina".
"Kebijakan untuk mengusir warga sipil yang tidak bersalah dari satu etnik yang berbeda atau kelompok agama dari rumah mereka... dilakukan tentara Yugoslavia/Serbia di Bosnia secara sewenang-wenang yang tidak pernah terjadi di Eropa setelah masa Nazi, kata laporan itu, seperti dilansir Reuters.
Kendatipun para pengacara Bosnia mengatakan tujuan utama mereka adalah untuk membuktikan bahwa Serbia melakukan pembantaian, negara itu akan meminta ganti rugi besar dari tetangganya jika memenangkan kasus itu,
Para pengacara Serbia dan Montenegro dalam perkara itu, Radoslav Stojanovic, mengaku bahwa individu-individu mungkin ingin membunuh warga Muslim Bosnia , tapi mengatakan pengadilan tidak dapat membuktikan negara itu atau rakyat Serbia berniat melakukan pembantaian.
Pengadilan kejahatan perang PBB , tidak jauh dari ICJ di Den Haag , akan mengadili mantan Presiden Yugoslavia Slobodan Milosevic karena terlibat kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan PerAng dan pembantaian selama perang itu yang membuat Balkan terpecah dalam tahun 1990-an.
Mereka yang selamat dari perang di Bosnia akan berjaga-jaga dekat Pengadilan Dunia itu , Senin, dengan membentangkan spanduk bertuliskan nama para korban pembantaian Serbia terhadap 8.000 warga Muslim di Srebrenica , Bosnia timur tahun 1995.
"Ini adalah pembataian manusia yang pertama di wilayah Eropa sejak Perang Dunia II. Kendatipun adanya imbauan, protes dan kampanye oleh hak hak asasi, Eropa tidak melakukan campurtangan di Bosnia," kata mereka.
Pada tahun 2002, seorang komandan senior Serbia Bosnia, Radislav Krstic menjadi orang pertama yang dihukum oleh pengadilan itu.
Dua orang lain yang dicari oleh pengadilan tersebut, pemimpin Serbia Bosnia di masa perang Radovan Karadzic dan komandan militernya, Ratko Mladic, juga dituduh terlibat pembantaian di Srebrenica dan pengepungan ibukota Bosnia, Sarajevo.
Penduduk Muslim Bosnia dan Kroasia mengikuti jejak Slovenia dan Kroasia memisahkan diri dari Yugoslavia April 1992 menentang keinginan warga Serbia Bosbia yang merupakan sepertiga penduduk negara itu.
Didukung oleh sisa Yugoslavia yang dipimpin Serbia dan tentara Yugoslavia, Serbia Bosnia menanggapinya dengan cepat merebut dua pertiga wilayah Bosnia dan melakukan "pembersihan etnik", di mana puluhan ribu warga non Serbia tewas dan ratusan ribu dipaksa meninggalkan rumah mereka.
Perjanjiana perdamaian Dayton tahun 1995 yang memisahkan Bosnia pasca perang menjadi wilayah otonomi luas -- satu federasi Krosia-Muslim dan sebuah Republik Serbia -- di bawah satu payung pemerintah pusat yang longgar.
Ketujuh tersangka itu, adalah orang-orang yang dianggap paling bertanggung jawab atas pembantaian sekitar 8.000 warga Muslim di Srebrenica pada masa perang Balkan era tahun 1990-an.
Pengadilan yang akan berlangsung di markas besar mahkamah internasional di Hague ini, merupakan pengadilan yang paling besar karena melibatkan tujuh tersangka secara bersamaan.
Lima dari tujuh tersangka dikenai tuduhan genosida, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun semua tersangka itu menyatakan tidak bersalah.
Meski demikian, dua tersangka utama dan yang dianggap paling bertanggung jawab atas pembantaian itu, yaitu Radovan Karadzic, mantan pemimpin Serbia dan komandan pasukan militernya, Ratko Mladic, hingga kini masih buron.
Pengadilan yang digelar oleh mahkamah internasional merupakan langkah penting untuk mengadili para penjahat perang yang membantai warga Muslim di Bosnia, kejahatan perang paling buruk sejak perang dunia II.
Pengadilan itu secara resmi dimulai pada 14 Juli lalu, dengan agenda pembahasan masalah-masalah prosedur persidangan. Setelah reses pada musim panas kemarin, pengadilan dimulai kembali hari ini.
Mantan petinggi militer Serbia yang diadili antara lain, Kepala Staff militer Serbia, Ljubisa Beara; Vujadin Popovic, pejabat militer yang bertanggung jawab atas pengerahan polisi militer, Ljubomir Borovcanon, Deputi Komandan Polisi Khusus Serbia; Vinko Pandurevic, Komandan Brigade yang melakukan serangan dan Drago Nikolic, Kepala Brigade Keamanan militer Serbia.
Dua tersangka lainnya, juga dikenai tuduhan melakukan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan karena menghalang-halangi bantuan ke Srebrenica.
Amsterdam (ANTARA News) - Bosnia akan menuduh Serbia dan Mentenegro melakukan pembantaian warga mereka dalam perang tahun 1992-1995, Senin, saat pengadilan tertinggi PBB menyidangkan kasus pertama sebuah negara karena melakukan kejahatan perang.
Mahkamah Internasional (IGJ) di Den Haag, yang juga dikenal sebagai Pengadilan Dunia, menyidangkan kasus itu 13 tahun setelah Bosnia menggugat negara negara pecahan Yugoslavia itu dan dari mana Bosnia juga memisahkan diri tahun 1992, yang memicu perang yang menewaskan paling tidak 100.000 orang.
Sidang di pengadilan yang dibentuk setelah Perang Dunia II untuk menengahi sengketa antara negara-negara, menurut jadwal akan berlangsung sampai 9 Mei. Keputusan diharapkan akhir tahun ini.
Dalam pengaduannya ke pengadilan itu tahun 1993, Bosnia mengatakan para agen dan pejabat Serbia dan Montenegro "membunuh, melukai, memperkosa, merampok, menyiksa, menculik, melakukan penahanan yang tidak sah dan memusnahkan warga Bosnia-Herzegovina".
"Kebijakan untuk mengusir warga sipil yang tidak bersalah dari satu etnik yang berbeda atau kelompok agama dari rumah mereka... dilakukan tentara Yugoslavia/Serbia di Bosnia secara sewenang-wenang yang tidak pernah terjadi di Eropa setelah masa Nazi, kata laporan itu, seperti dilansir Reuters.
Kendatipun para pengacara Bosnia mengatakan tujuan utama mereka adalah untuk membuktikan bahwa Serbia melakukan pembantaian, negara itu akan meminta ganti rugi besar dari tetangganya jika memenangkan kasus itu,
Para pengacara Serbia dan Montenegro dalam perkara itu, Radoslav Stojanovic, mengaku bahwa individu-individu mungkin ingin membunuh warga Muslim Bosnia , tapi mengatakan pengadilan tidak dapat membuktikan negara itu atau rakyat Serbia berniat melakukan pembantaian.
Pengadilan kejahatan perang PBB , tidak jauh dari ICJ di Den Haag , akan mengadili mantan Presiden Yugoslavia Slobodan Milosevic karena terlibat kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan PerAng dan pembantaian selama perang itu yang membuat Balkan terpecah dalam tahun 1990-an.
Mereka yang selamat dari perang di Bosnia akan berjaga-jaga dekat Pengadilan Dunia itu , Senin, dengan membentangkan spanduk bertuliskan nama para korban pembantaian Serbia terhadap 8.000 warga Muslim di Srebrenica , Bosnia timur tahun 1995.
"Ini adalah pembataian manusia yang pertama di wilayah Eropa sejak Perang Dunia II. Kendatipun adanya imbauan, protes dan kampanye oleh hak hak asasi, Eropa tidak melakukan campurtangan di Bosnia," kata mereka.
Pada tahun 2002, seorang komandan senior Serbia Bosnia, Radislav Krstic menjadi orang pertama yang dihukum oleh pengadilan itu.
Dua orang lain yang dicari oleh pengadilan tersebut, pemimpin Serbia Bosnia di masa perang Radovan Karadzic dan komandan militernya, Ratko Mladic, juga dituduh terlibat pembantaian di Srebrenica dan pengepungan ibukota Bosnia, Sarajevo.
Penduduk Muslim Bosnia dan Kroasia mengikuti jejak Slovenia dan Kroasia memisahkan diri dari Yugoslavia April 1992 menentang keinginan warga Serbia Bosbia yang merupakan sepertiga penduduk negara itu.
Didukung oleh sisa Yugoslavia yang dipimpin Serbia dan tentara Yugoslavia, Serbia Bosnia menanggapinya dengan cepat merebut dua pertiga wilayah Bosnia dan melakukan "pembersihan etnik", di mana puluhan ribu warga non Serbia tewas dan ratusan ribu dipaksa meninggalkan rumah mereka.
Perjanjiana perdamaian Dayton tahun 1995 yang memisahkan Bosnia pasca perang menjadi wilayah otonomi luas -- satu federasi Krosia-Muslim dan sebuah Republik Serbia -- di bawah satu payung pemerintah pusat yang longgar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar